Thursday, August 24, 2006 |
Aku ingin melihat laut |
Entah karena efek lagu glaring dream secret dream air mix ato desktop yang bergambar pantai, gw jadi pengen liat laut. Yang biru, yang bening, mengingatkan gw sama Sabang atau pulau We di Aceh, lautnya yang bener bener transparan, yang mungkin bisa membuat diri kita lupa sejenak akan kepenatan hidup...
Gw seakan membayangkan gw berjalan dengan telanjang kaki di hamparan pasir putih yang sedikit menggelitik, memakai topi jerami celana pendek dan kaos *bukan imajinasi tentang sosok wanita kurus tinggi dan cantik berambut panjang dan memakai swimsuit yang di pingganggnya dililitkan kain, bukan, gw membayangkan diri gw sendiri* menatap matahari hangat yang sedikit menyilaukan.
Berjalan ke arah batu batu karang yang besar dan tinggi, duduk bersila di batu tersebut, lalu melepaskan topi, menyipitkan mata menantang horizon. Tapi, gw sendirian, dan tiba tiba setitik demi setitik embun beratnya hidup menetes, merenungi buaian angin sambil membayangkan seseorang.
Dan terlelap bosan dalam lamunan. Seakan ingin menjerit histeris, aku tidak punya siapa siapa untuk ku ajak pamer keindahan alam yang terkikis oleh kotoran kotoran manusia. Dan saat matahari meninggalkan diriku yang hanya bisa terdiam tanpa menikmati keindahan serta ketulusan alam yang sengaja dipamerkan untuk dinikmati secara gratis, tersisa rasa mual. Antara kebosanan dan ketidak tahuan tentang esensi sebuah seni yang tertutup dengan dinding bernama keputus asaan.
Aku ingin melihat laut, dengan orang itu.
Sedikit tersenyum saat membayangkan akan ada sosok lain di belakang gw, yang berjalan perlahan sambil membawakan minuman dingin atau es krim, duduk di samping gw, bersama menatap horizon matahari, dengan senyuman. Sedikit menolehkan kepalanya ke arah gw lalu tertawa sambil berkata, “ini laut.”
Dan gw menghapus air mata gw, mencoba tersenyum dan berkata, “ya, ini laut.” Lalu berdua terdiam menikmati semburat matahari yang tertutup awan malu malu, sentuhan angin lembut yang hanya menerbangkan pasir menempel ke bagian tubuh kita yang lain lalu suara suara ombak yang walaupun pecah tapi tidak membuat takut, bagai sebuah orkestra alam yang hanya bisa dinikmati oleh kesunyian.
Lalu melambai pada matahari yang berpamitan karena tugasnya telah selelsai hari itu, melambai pada sinar oranye yang semakin menjauh menandakan matahari beranjak kerumahnya. Lalu tersenyum pada orang itu, “akankah kita beranjak juga?”
Aku ingin memegang lengannya yang juga sama bisu dengan mulutnya, menanti jawaban, “tunggu lah sebentar, aku ingin menikmati laut lebih lama lagi.” Dan hanya terjawab anggukan oleh ku lalu kembali duduk menatap laut, yang saat gelam, menyimpan jutaan misteri yang tidak akan terkuakkan, menyimpan kesan eksotis dan erotis yang membuat mana takkan terkejap menatapnya. Bahkan lautpun tetap indah walau tak ada cahaya yang menjelaskan isinya pada malam hari.
Lalu aku ingin naik gunung.
Mendaki dengan ransel berat di punggung, sandal gunung, tongkat dan tali temali, serta memakai topi. Menatap badan bongsor gw yang naik penuh perjuangan untuk sampai di atas puncak. Dan begitu menjejakkan kaki di puncak, gw seakan dapat menyentuh awan.
Menantang langit. Sendirian...
Lalu duduk tercenung menikmati kerja keras gw dari bawah sampai di puncak sini, berteriak dengan semangat, “yaaaaaaaahhhhooooooooo..” menanti balasan gema, suara diri sendiri, memecah kesunyian. Lalu membiarkan peluh meloncat gembira dari seluruh pori pori kulit, duduk lalu meminum air sampai tumpah ruah kemana mana. Bahkan hingga tersedak.
Aku berada di puncak gunung, sendirian.
Walau menoleh ke kanan dan ke kiri bahkan berputar putar, yang tertangkap hanyalah sosok angin yang berlarian menusuk tulang. Lalu gw terduduk kedinginan mencari cari kain selimut yang ternyata sama sekali tidak terbawa di dalam ransel, mencoba merapatkan kaki, membuat api unggun, menghangatkan diri, menanti pelukan dari seseorang.
Lalu imajinasi gw seakan mundur ke belakang, kembali pada saat gw menanjak naik di puncak, begitu membuka lengan selebar lebarnya dan menarik napas sepanjang panjangnya, muncul lagi sosok kepala dari bawah, menemani puncak. Lalu gw membalikkan badan, berteriak dengan semangat, “kita sampai!!” lalu dibalas hanya dengan senyuman kelelahan. Lalu gw menarik tangan orang itu menggapai puncak. Dan terdiam sejenak mencoba menangkap awan.
Menantang langit. Bersamanya...
Lalu berteriak teriak, bersaing dengan berpuluh puluh gema yang bersahut sahutan, saling menatap cekikan, dan melupakan matahari yang mulai mengantuk. Gelap pun hanya isa di saingi oleh api unggun dan dengan kesibukan serta kebodohan yang sama, selimut yang tidak terbawa, lalu saling merapatkan kaki dan merapatkan diri. Bahkan sang malam seakan berbaik hati menyelimuti denga hangat sinar temaramnya.
Aku ingin ke laut, aku ingin ke gunung, tapi aku tak ingin sendiri, dan aku menanti orang itu. Aku hanya ingin bersamanya, lalu mengapa dirimu yang sudah memiliki segalanya harus merebutnya dariku?
+._cHoRo_.+ Dan gw seperti membaca sebuah fanfic, yang gw ga yakin apakah iniakan menjadi sebuah cerita nyata atau ngga.
|
posted by choro ajah @ 4:29 PM |
|
|
|
|